Laman

Selasa, 23 Oktober 2012

Logika vs Perasaan


Seperti biasa rutinitas tiap hari senin-jumát. Nyampe kantor jam tujuh, lumayan rajinlah ya. Di ruangan baru ada beberapa teman yg sudah datang. Ya setidaknya lebih pagi lah dibandingkan waktu di Jakarta dulu.
Oke nyampe kantor apa lagi kalo bukan ngeksis dulu. Maklum, inet di kantor gak sebebas pake modem sendiri. Ada waktu-waktu tertentu untuk bisa buka situs-situs jejaring sosial. Jadinya gak laen dan tidak bukan buka dulu yang namanya twitter, facebook. Liat update ato time line teman-teman, biar gak ketinggalan informasi ato gosip terbaru. Eits...tunggu dulu bukan berarti aktivitas tersebut wasting time ya, tak lupa juga aku buka catatan-catatan dari penulis favoritku, siapa lagi kalo bukan Darwis Tere Liye. Banyak hal besar ataupun kecil yang mampu ku serap.

Kali ini aku buka postingannya yang berjudul Sepotong Hati Yang Baru. Sudah lama seh tanggal postingannya, hanya saja baru nemu sekarang. Baiklah, seperti biasa pasti  ada susunan kata-katanya yang menyentuh hati,
"....cinta bukan sekadar soal memaafkan. Cinta bukan sekedar soal menerima apa adanya. Cinta adalah harga diri. Cinta adalah rasionalitas sempurna.Jika kau memahami cinta adalah perasaan irrasional, sesuatu yang tidak masuk akal, tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat, luka itu akan kembali menganga. Kau dengan mudah membenarkan apapun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut."


Kalau menurut pendapat ku jangan sepenuhnya menyerahkan urusan cinta kepada perasaan atau intuisi. Seperti apa yg ditulis Tere Liye, bahwa terkadang kita tidak mampu mengendalikan perasaan yang kita rasa. Bisa jadi rasa tersebut hanya sementara atau emosi sesaat. Tapi bukan berarti mengesampingkan intuisi. Logika dan intuisi saling mendukung dan mengingatkan. Tidak sepenuhnya logika itu benar begitu juga intuisi. Apalagi hati yang dipenuhi dengan emosi/nafsu. Hati yang terasah mampu mendeteksi kekeliruan begitu juga sebaliknya.Seperti kisah yang diceritakan oleh Tere Liye, dimana perasaan seseorang tiba-tiba berubah sejak bertemu seorang yang baru. Padahal  ybs sudah punya pasangan. Nah, ybs terlalu mengandalkan perasaan, dia tidak melibatkan logika dalam mengambil keputusan. Akhirnya dia lebih rela bersama orang baru dan meninggalkan pasangannya. Memang cinta atau sejenisnya merupakan urusan perasaan, tapi bukan berarti logika dimatikan fungsinya. Jangan sampai perasaan ataupun logika mendominasi, semuanya bisa berjalan berdampingan.Namun, pendapat apapun tentang logika ataupun intuisi/perasaan semuanya kembali ke pribadi masing-masing, tergantung pengalaman dan pelajaran hidup yang pernah dilalui. Intinya, mohonlah kepada Sang Pemilik Hati agar selalu dicenderungkan dengan kebaikan serta mengasah hati agar senantiasa suara-suara Tuhan mampu kita dengar dan realisasikan.
Sepotong Hati Yang Baru...memberikan harapan baru, harapan yang lebih baik dan mampu belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu dan akan selalu berusaha untuk menjadi lebih baik.

Semangaaat ^^