Laman

Selasa, 14 Mei 2013

Belajar dari Bapak Moh. Hatta

Allah selalu punya cara tersendiri untuk memahamkan hamba-Nya., bisa dengan cobaan yang menyayat hati atau melalui kisah orang lain. Tentu saja Allah menghendaki yang terbaik untuk semua hamba-Nnya. 
Contoh kecil misalnya rencana yang sudah kita susun rapi ternyata harus berubah seratus delapan puluh derajat dalam waktu sekejap. Ada hikmah dibalik kegagalan tersebut. Meskipun sebagai manusia belum sepenuhnya sadar terhadap hikmah tersebut, bukan berarti kegagalan tersebut tanpa maksud apapun. Allah adalah sutradara terbaik dan skenario langit selalu lebih baik.
Teringat dengan kisah Bapak Moh. Hatta saat beliau lulus sekolah dari Bukitinggi. Sejak awal beliau sudah diarahkan oleh keluarga agar melanjutkan pendidikan agama ke Kairo dan Tanah Suci, mengingat keluarga besar beliau merupakan salah satu ulama di Bukitinggi, dan bermaksud untuk melanjutkan tradisi di keluarga besarnya. Belajar ilmu agama karena yang mampu memperbaiki akhlaq masyarakat adalah agama...
Namun, takdir berkehendak lain. Langit mempunyai skenario sendiri. Moh. Hatta lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke Betawi (Jakarta). Sebuah ucapan dari salah satu anggota keluarga terhadap keputusan tersebut, "...manusia sudah seharusnya berikhtiar, tapi semua itu kembali ke takdir...". Dan memang setiap manusia tunduk terhadap takdir. Anggap saja semua peristiwa yang terjadi adalah takdir baik, tak ada takdir buruk.
Begitulah cara Allah mengarahkan Moh. Hatta untuk menjadi salah satu pahlawan kemerdekaan bangsa ini. Dia  mempunyai cita-cita mulia dan berusaha untuk mewujudkannya dengan segenap kemampuan yang dia miliki. Beruntung, keluarganya bisa menerima keputusan tersebut. Memang sudah seharusnya keluarga mampu mendukung dan memberikan kepercayaan terhadap putra-putrinya untuk meraih apa yang dicita-citakan.
Dia adalah seorang motivator, cendekiawan, tegas dan tentu saja seseorang yang mempunyai sikap...seorang tokoh pergerakan nasional sejati.
Sebuah impian yang selalu dia perjuangkan dengan cara atau strategi yang cantik. Plan A, B,C, sampai Z dia pikirkan matang-matang dan tak mudah terhasut oleh pendapat orang lain. Dengan tulisan-tulisan yang mumpuni di berbagai majalah saat itu, ia mencoba mendidik masyarakat Indonesia dengan bijak dan cerdas. Sebelas tahun di Negeri Belanda ia mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi, filsafat, hukum Tata Negara, hukum Internasional, dsb.
Caranya menghadapi permasalahan, baik dengan kolonial ataupun sesama tokoh pergerakan (contoh Ir. Soekarno) dengan bijaksana dan tentu saja tanpa mengedepankan amarah/emosi. Dengan tulisan-tulisannya ia berjuang dan melalui motivasinya kepada kader-kader agar selalu tenang dalam menghadapi banyak cobaan, karena pada dasarnya setiap permasalahan akan memperkuat iman dan batin.
Sudah bisa dipastikan skenario langit memang jalan yg terbaik, toh seandainya Moh. Hatta tak berani untuk mengambil keputusan yang berseberangan dengan kehendak keluarganya, lebih memilih untuk melanjutkan sekolahnya ke Betawi-Belanda, kondisi bangsa ini mungkin akan berbeda. 
Keputusan Allah selalu yang terbaik. Dan kisah Bapak Moh Hatta adalah salah satu miniatur kecil dari keputusan-keputusan besar-Nya.

"......tetapi menurut pendapatku tidak ada yang tetap di dunia ini. Semuanya dalam perubahan, apa yang tidak bisa sekarang, di kemudian hari bisa terjadi. Sebab itu aku tetap pada pendirianku" ~Berjuang dan Dibuang