Laman

Selasa, 27 November 2012

Belajar Memaafkan

Setiap hari, setiap saat kita selalu berinteraksi dengan siapa pun, seorang, beberapa orang yang sudah ataupun belum kita kenal. Berbagai reaksi ataupun aksi kita pun macam-macam. Senang, heboh, biasa aja bahkan sedih juga ada. Banyak rasa yang kita peroleh dari hasil interaksi kita setiap hari. Itulah manusia, sebagai makhluk sosial yang memang harus menyadari fitrahnya.
Kita akan merasa bahagia bila ada di sebuah situasi dan kondisi yang tepat, tak ada penolakan. Nah bagaimana bila kita berada di situasi yang sebaliknya? Hidup tak selamanya sesuai dengan keinginan dan harapan, wajar!!!
Situasi-situasi tersebut tidak jarang menimbulkan bekas atau sakit hati. Beberapa situasi mampu kita maklumi dan terlupakan begitu saja. Namun, ada sebuah situasi yang hati pun tak mampu untuk memakluminya atau sebut saja "memaafkan".
Maaf, sebuah kata sederhana, tapi implikasinya tak sesederhana katanya. Perlu kelegowoan hati dan pikiran untuk bisa benar-benar memafkan kesalahan orang lain.
Di dalam Alquran ada tiga opsi bila orang lain menyakiti kita. Yaitu, kita membalas melebihi rasa sakit yg kita terima, kita membalas sesuai rasa sakit yg kita terima, dan yg terakhir, kita tidak membalas dan berusaha memaafkan orang tersebut. Yang terakhirlah yg paling utama dan sangat disukai Allah. 
Tentu saja tidak mudah untuk tidak membalas kejahatan orang lain, padahal kita mampu untuk melakukannya. Sahabat Abu Bakar yang kita tahu tingkat ketaqwaannya, sempat mendapat teguran dari Allah karena telah bersumpah untuk tidak memaafkan pelayannya yg telah menfitnah putri Abu Bakar. Jadi apakah bisa dimaklumi bila kita sebagai manusia dengan tingkat keimanan yg jauh-jauh di bawah Sahabat Abu Bakar, tidak mampu/mau memaafkan?
Sekali lagi pilihan ada di tangan kita, mau menuruti hawa nafsu atau sebaliknya. 
Memang tidak mudah untuk memaafkan orang lain yg begitu mudahnya melukai perasaan kita. Tapi bukankah setiap amal perbuatan akan dibalas sesuai dengan porsinya. Toh, Allah melihat dan menyaksikan setiap hal yg tampak maupun terbesit di hati kita dan orang lain. Hmmm...kalau saya secara pribadi, saya lebih memilih diam. Dengan diam untuk beberapa waktu setidaknya mampu mencegah  melakukan hal-hal yg merugikan diri sendiri. Namun, tetap saja hal tersebut kurang bijaksana. Diam bukan berarti sudah memaafkan, hanya saja berusaha untuk melupakan luka-luka tersebut tapi belum mampu benar-benar merelakan. 
Eiiitsss...sikap belum atau tidak memaafkan kesalahan orang lain tentu saja berimbas terhadap kesejahteraan hati/pikiran/hidup. Setidaknya kita selalu terbayangi dengan kesalahan orang lain dan tentu saja membuka luka. Air mata bisa kering tapi yg namanya luka mungkin masih akan tinggal di hati.
Semua keputusan ada di tangan kita masing-masing, mau diarahkan kemana hidup kita tergantung diri masing-masing.
Mari belajar untuk memaafkan orang lain dan belajar untuk tidak menyakiti orang lain juga